Jumat, 21 Oktober 2011

PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh : Kak Seto Mulyadi*

Pendahuluan
            Pada dasarnya setiap orangtua menginginkan masa depan yang gilang gemilang bagi putra-putrinya. Mereka berharap agar putra-putrinya menjadi orang yang sukses, berguna bagi Nusa dan Bangsa, berhasil dalam karir, menjadi insan yang shaleh, berilmu, bertakwa, dan berkarakter. Ini tentu menjadi dambaan kita semua, para orangtua yang mencintai putra-putrinya. Oleh karena itulah, semua orangtua sangat berperan dalam mendidik putra-putrinya dengan lebih baik lagi.

Peran Penting Orang Tua
            Mamun perlu senantiasa kita ingat bahwa anak-anak sebagai generasi yang unggul tidak akan tumbuh ddengan sendirinya. Mereka sungguh memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan karakter mereka berkembang dengan baik dan lebih optimal.
            Ini semua dapat dimulai sejak masa bayi. Bayi-bayi yang memperoleh berbagai rangsang mental dalam bentuk pengalaman yang kaya, juga cenderung akan memiliki perkembangan jiwa yang sehat. Pengalaman tersebut dapat berupa sentuhan yang hangat, dekapan, belaian, senandung lagu-lagu yang merdu atau dongeng-dongeng indah yang dibacakan ibu dalam suasana kasih sayang yang hangat.
            Bayi-bayi yang memperoleh sentuhan emosional demikian akan tumbuh sehat dan cerdas di kelak kemudian hari.
            Suasana yang penuh kasih sayang, mau menerima anak sebagaimana adanya, menghargai potensi anak, potensi anak, memberi rangsang-rangsang yang kaya untuk segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik, semua sungguh merupakan jawaban bagi tumbuhnya generasi unggul dan berkarakter di masa depan.
Memahami Anak
            Di sisi lain, keberhasilan suatu pendidikan juga sering dikaitkan dengan kemampuan para orang tua dalam hal memahami anak sebagi individu yang unik, dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang saling berbeda satu sama lain, namun saling melengkapi dan berharga. Mungkin dapat dibaratkan sebagai bunga-bunga aneka warna disuatu taman yang indah, mereka akan tumbuh dan merekah bersama.  
            Selain memahami bahwa anak merupakan individu yang unik, ada beberapa catatan lagi yang perlu kita perhatikan dalam kaitannya dengan upaya kita memahami anak. Yaitu bahwa anak adalah :
            Bukan Orang Dewasa Mini
            Anak adalaha tetap anak-anak, bukan orang dewasa ukuran mini. Mereka memiliki keterbatasanketerbatasan bila harus dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu mereka juga memiliki dunia sendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak.
            Untuk itu menghadapi mereka dibutuhkan adanya kesabaran, pengertian serta toleransi yang mendalam. Mengharapkan mereka bisa mengerti sesuatu dengan cepat dengaaan mmmembayannngkan bahwa mereka adalah orang-orang dewasa seperti kita, tentu bukan merupakan sikap yang bijaksana.
            Dunia Bermain
            Dunia mereka adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh dengan spontanitas dan menyenangkan. Sesuatu akan dilakukan oleh anak dengan penuh semangat apabila terkait dengan suasana yang menyenangkan. Namun sebalikinya akan dibenci dan dijauhi oleh anak apabila suasananya tidak menyenangkan.
            Seorang anak akan rajin belajar, melakukan pekerjaan rumahnya apabila suasana belajar adalah suasana yang menyenangkan dan menumbuhkan tantangan.
            Berkembang
            Anak selain tumbuh secara fisik, juga berkembang secara psikologis. Tidak bisa anak yang dulu sewaktu masih bayi tampak begiu lucu dan penurut, sekarang pada usia 4 tahun misalnya, juga tetap dituntut untuk lucu dan penurut. Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilkan berbagai perilaku sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembangan tersebut.
            Dengan memahami bahwa anak berkembang, kita akan tetap tenang dan berikap dengan tepat menghadapi berbagai gejala yang mungkin muncul pada setiap tahap tertentu perkembangannya tersebut.
            Senang Meniru
            Anak-anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru. Anak-anak yang gemar membaca umumnya adalah anak-anak yag mempunyai lingkungan di mana orang-orang di sekelilingnya juga gemar membaca. Mereka meniru ibu, ayah, kakak, atau orang-orang lain di sekelilingnya yang mempunyai kebiasaan membaca dengan baik tersebut.
            Dengan demikian maka orangtua dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk perilaku bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru.
            Kreatif
            Anak-anak pada dasarnya adalah kratif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya: rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi resiko, bebas dalam berpikir, senang akan hal-hal yang baru, dan sebagainya. Namun sering dikatakan bahwa begitu anak masuk ke sekolah, kreativitas anak pun semakin menurun. Hal ini sering menyebabkan karena pengajaran di TK dan SD terlalu menekankan pada cara berpikir secara konvergen, sementara cara berpikir secara divergen kurang dirangsang.
             Dalam hal ini maka orang tua perlu memahami kreativitas yang ada pada diri anak-anak, dengan bersikap luwes dan kreatif pula. Bahan-bahan pelajaran di sekolah, termasuk bahan ulangan dan ujian hendaknya tidak sekedar menuntut anak untuk memberikan satu-satunya jawaban yang benar menurut guru atau kunci Kepada mereka tetaplah perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan imajinasinya secara “liar”, dengan menerima dan menghargai adanya alternatif jawaban yang kreatif.
            Begitu pula orang tua di rumah, hendaknya tidak selalu hanya memaksakan kehendaknya terhadap anak-anak, namun secara rendah hati tetap harus menerima gagasan-gagasan anak yang mungkin tampaknya aneh dan tidak lazim. Sebab hanya dengan demikian anak peun akan terpacu untuk belajar dengan motivasi yang tinggi.
            Anak-anak yang dihargai cenderung akan terhindar dari berbagai masalah psikologis tumbuh dan berkembang secara lebih optimal.

            Pedidikan
            Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
            Untuk itu, peserta didik seyogyanya bisa dilibatkan untuk memahami potensi unggul masing-masing untuk dapat dikembangkan melalui kegiatan pendidikan yang tepat baik formal, non formal maupun informal. Dalam teori Multiple Intelligence yang dikemukakan oleh Howard Gardner, dikemukakan bahwa ada 8 jenis unsur kecerdasan yang dimiliki seseorang, yaitu:
  • Kecerdasan matematika-logika
  • Kecerdasan bahasa
  • Kecerdasan musikal
  • Kecerdasan visual spasial
  • Kecerdasan kinestik
  • Kecerdasan inter-personal
  • Kecerdasan intra-personal
  • Kecerdasan naturalis
Kecerdasan Matematika-Logika sendiri memuat kemampuan seseorang dalam berfikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berfikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka-angka serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.
Anak dengan kecerdasan matematika-logika tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisa dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu. Ia menyenangi berpikir secara konseptual, yaitu misalnya menyusun hipotesis, mengadakan kategorisasi, dan klasifikasi terhadap apa yang dihadapinya. Anak-anak semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika.
Apabila kurang memahami, maka mereka akan cenderung untuk bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang dipahami tersebut. Anak-anak ini juga sangat menyulai berbagai macam permainan yang banyak melibatkan kegiatan berfikir aktif, seperti: catur, bermain teka-teki, dan sebagainya.
Kecerdasan Bahasa memuat kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kaa, baik secara tertulis maupun lisan dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.
Anak-anak dengan kecerdasan bahasa yang tinggi, umumnya ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa, seperti: membaca, menulis karangan, membaca puisi, menyusun kata-kata mutiara, dan sebagainya. Anak-anak seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat misalnya terhadap nama-nama seseorang, istilah-istilah baru maupun hal-ahal yang sifatnya detail. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal penguasaan suatu bahasa baru, anak-anak ini umumnya memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak lainnya.
Kecerdasan Musikal memuat kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara non verbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama yang indah, apakah itu melalui  senandung yang dilagukannya sendiri, mendengarkan kaset, radio, pertunjukkan orkestra atau alat musik yang dimainkannya sendiri. Mereka juga lebih mudah mengingat sesuatu dengan mengekspresikan gagasan-gagasannya apabila dikaitkan dengan musik.
 Kecerdasan Visual Spasial membuat kemampuan seseorang untuk memahami secara ebih mendalam mengenai hubungan antara obyek dan ruang. Anak-anak ini memiliki kemampuan misalnya untuk menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya, atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan. Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai masalah sehubungan dengan kemampuan ini adalah hal yang menonjol pada jenis kecerdasan visual spasial ini. Anak-anak demikian akan unggul dalam permainan mencari jejak pada suatu kegiatan di kepramukaan misalnya.
Kecerdasan Kinestik memuat kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal ini dapat dijumpai pada anak-anak yang unggul pada salah satu cabang ola raga, seperti misalnya: bulu tangkis, sepak bola, tenis, renang, basket, dan sebagainya. Atau bisa pula tampil pada anak-anak yang pandai menari, terampil bermain akrobat atau unggul dalam bermain sulap.
Kecerdasan Inter-personal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain, sehingga mudah dalam bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya. Kecerdasan semacam ini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial, dimana seorang anak mampu menjalin persahabatan yang akrab dengan teman-temannya, juga termasuk kemampuan seperti memimpin, mengorganisasi, menangani perselisihan antar teman, memperoleh simpati dari anak yang lain, dan sebagainya.
Kecerdasan Intra-personal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Ia cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Anak-anak semacam ini senang melakukan introspeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri. Beberapa diantaranya cenderung menyukai kesunyian, kesendirian, merenung dan berdialog dengan dirinya sendiri.
Kecerdasan Naturalis yaitu kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam. Misalnya senang berada di lingkungan alam yang terbuka seperti pantai, gunung, cagar alam, hutan, dan sebagainya. Anak-anak dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi lingkungan seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, benda-benda di angkasa, dan sebaginya.
Melalui konsepnya mengenai kecerdasan multipel atau kecerdasan ganda ini, Gardner inngin mengoreksi keterbatasan cara berfikir yang konvensional mengenai kecerdasan. Dimana kecerdasan seolah-olah hanya terbatas pada apa yang diukur oleh beberapa test intelegensi yang sempit saja, atau sekedar melihat prestasi yang ditampilkan sesorang anak melalui ulangan maupun ujian di seklah belaka.
Dengan memahami konsep kecerdasan sebagaimana diatas, para orang tua dan guru di dorong untuk lebih bisa memahami jenis kecerdasan putra-putrinya, sekaligus untuk dapat memanfaatkan jenis kecerdasan tersebut untuk mengembangkan potensinya.
Kecerdasan Emosional
Beberapa ahli mengatakan bahwa generasi sekarang cenderung mulai banyak ang mengalami kesulitan emosional, seperti misalnya: mudah merasa kesepian dan pemurung, mudah cemas, mudah bertindak agresif, kurang menghargai sopan santun dan sebagainya.
Ini semua akan merugikan perkembangan anak-anak itu sendiri, meskipun mereka tampil sebagai anak-anak yang pintar di sekolah.
Kecerdasan angka IQ yang tinggi bukan merupakan satu-satunya jaminan bagi kesuksesan seorang anak di masa depan. Ada faktor lain yang saat ini cukup populer, yaitu: kecerdasan emosional.
Salah satu aspeknya adalah kecerdasan sosial, dimana anak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain serta bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia.
Selainitu, kecerdasan emosional juga meliputi kemampuan seseorang untuk mengenali emosinya sendiri serta mengelola emosi tersebut dengan cara yang benar. Di samping juga kemampuan untuk memotivasi diri sendiri serta tetap bersemangat untuk meghadapi berbagai kesulita.
Kecerdasan emosional ini dapat dikembangkan pada anak-anak sejak usia dini. Sasana damai dan penuh kasih saang dalam keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain, ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak mudah putus asa, lebih banyak tersenyum dari pada cemberut, semua ini memungkinkan anak mengemangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosionalnya.
Kecerdasan Spiritual
Danah Zohar dan Ian Marshal dalam bukunya yang berjudul “Connecting with Our Spiritual Intelligence” (2000), meyatakan bahwa dalam otak manusia ditemukan adanya eksistensi God-Spot dalam otak menunjukkan bahwa manusia memiliki kepekaan terhadap makna hidup dan nilai-nilai kehidupan.
Kecerdasan spiritual dapat menumbuhkan fingsi manusiawi seseorang sehingga membuat mereka menjadi lebih kreatif, luwes, berwawasan luas, spontan, dapat menghadapi perjuangan hidup, menghadapi kecemasan dan kekhawatiran, dapat menjembatani antara diri sendiri dan orang lain serta menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam berguna.
Peran orangtua dalam upaya menumbuhkembangkan kecerdasan spiritual pada anak sangat penting. Sama pentingnya dalam upaya orangtua dalam menumbuhkembangkan potensi kecerdasan anak pada bidang yang lainnya. Dalam hal ini, yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:
·         Usahakan untuk tidak mematikan spontanitas anak.
·         Usahakan untuk selalu tidak berprasangka buruk pada anak maupun orang lain.
·         Upayakan agar dapat mendidik dan membesarkan anak dengan kasih sayang serta keakraban dalam lingkungan keluarga.
·         Tumbuhkan rasa percaya diri anak dengan tidak melakukan kekerasan sehingga mengakibatkan anak menjadi takut mencoba sesuatu yang baru serta dapat mengambil kesimpulan yang keliru terhadap suatu peristiwa.
·         Upayakan agar anak dapat membuat dan memiliki prioritas hidup
Penutup
Anak-anak unggul dan berkarakter pada dasarnya tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka sunggih memerlukan lingkungan subur yang diciptakan untuk itu, yang memungkinkan poensi mereka dapat tumbuh secara optimal. Dalam hal ini orangtua dan guru, memainkan peranannya yan sangat penting.
Oleh karena itu tentunya dibutuhkan suatu kesungguhan dari kita semua, para oragtua dan guru untuk secara tekun dan rendah hati melakukan hal-hal ang terbaik bagi anak-anak.
Kiranya uaraian di atas dapat memberikan sedikit wawasan bagi kita semua untuk usaha-usaha tersebut.
Semoga
Yogyakarta, 21 Agustus 2011


* Psikolog, Mantan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak
Disampaikan dalam Seminar Parenting Islami, RDK 1432 H
Ahad 21 Agustus 2011


Kepustakaan
Amabile, T.M. (1989). Growing up creative. New York: Crown PPublisher, Inc
Gardner, Howard. (1993). Multiple Intelligences. New York: Basic Books HarperCollins Publ, Inc
Goleman, D. (1995) Emotional Intelligence. New York: Bantam Books
Gordon, T. (1996) Menjadi Orang Tua Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Lewis, D. (1982) How to be a gifted parent. New York: Berkeley Books
Papalia, Diane E. & S.W Olds. (1995) Human Development. New York: McGraw- Hill, Inc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar