Oleh
Miftahul Jannah, S.Psi*
(Wali Zahro KB SAF 3)
Tugas sebagai orangtua sesungguhnya
merupakan tugas yang amat sukar. Berjuta-Juta kaum Ibu dan Ayah yang masih muda
menerima tugas yang paling sulit setiap tahunnya, yaitu memeperoleh bayi,
seorang manusia kecil yang hampir tidak berdaya sama sekali. Ayah dan Ibulah
yang mengemban tanggungjawab mengasuh, membesarkan serta mendidiknya. Apabila
terjadi permasalahan terhadap anak kerap orangtua yang menjadi pihak yang disalahkan.
Lantas siapakah yang membela orangtua? Berapa banyak usaha yang dilakukan untuk
membantu orangtua agar lebih efektif dalam membesarkan dan mendampingi anak-
anak mereka? Sesungguhnya saat ini sudah cukup banyak media yang dapat dipilih
orangtua untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam pengasuhan
anak, tinggal memilih dan memilah mana yang dirasa sesuai dengan tipologi
keluarga maupun karakter orangtua sendiri.
Kali ini Saya ingin menyajikan salah
satu metode yang insyaALLOH dapat orangtua
terapkan dalam pengasuhan anak- anak di rumah, yaitu menerapkan “bahasa
penerimaan”. Jika seseorang dapat merasa dan dapat mengungkapkan bahawa ia
memahami serta menerima orang lain sebagaimana adanya, itu merupakan satu
factor penting guna menjalin s uatu hubungan, dimana orang lain dapat tumbuh,
berkembang, memecahkan masalah, produktif dan kreatif, serta mampu
mengaktualisasikan potensi sepenuhnya. Demikian halnya orangtua terhadap anak.
Bila anak merasa sepenuhnya diterima sebagaimana adanya, maka ia akan merasa
bebas mengekspresikan dirinya dan dapat mengembangkan dirinya serta menjadi
lebih baik daripada saat ini.
Bagi orangtua, merasa ‘menerima’
anak dan menunjukkan perasaan tersebut sehingga merasakannya adalah dua hal
yang berbeda. ‘Rasa menerima’ tidak aka nada pengaruhnya bagi anak bila anak
tidak merasakannya. Kebanyakan orangtua menganggap bahwa “rasa menerima”
merupakan sesuatu yang pasif, suatu keadaan jiwa, suatu sikap, suatu perasaan.
Benar, rasa ini berasal dari dalam
tetapi agar merupakan suatu kekuatan efektif dalam mempengaruhi orang lain,
haruslah secara aktif dikomunikasikan atau diperlihatkan.
MENYAMPAIKAN RASA MENERIMA TANPA KATA- KATA
Pesan- pesan dapat disampaikan
melalui kata- kata (verbal) maupun tanpa kata (nonverbal). Pesan- pesan
nonverbal disampaikan melalui isyarat, sikap, ekspresi wajah, atau tingkah laku
lainnya. Arahkan telunjuk akan diterima sebagai isyarat “pergi”, “jangan dekat-
dekat” atau “ Aku sedang tidak mau diganggu”. Melambaikan tangan kea rah tubuh
akan diterima sebagai isyarat untuk
“mendekat”, “kemarilah” atau “Aku ingin kamu bersamaku”. Pesan pertama
menunjukkan rasa tidak menerima dan yang kedua menunjukkan rasa menerima.
Orangtua juga dapat menunjukkan rasa
menerima dengan tidak mencampuri kegiatan- kegiatan anaknya. Seorang anak
mencoba membuat istana dari pasir misalnya. Dia menumpahkan air dan bentuk
istananya sama sekali tidak menyerupai istana.
Tetapi orangtua tidak mengatakan kepada anak bahwa dia sudah membuat
kotor dan istananya jelek, melainkan ia
mebiarkan saja sang anak bereksplorasi dengan kegiatannya. Sikap orangtua yang
demikian akan membuat anak merasa “ Apa yang kulakukan baik”, “ Ibu/Ayah
menerima apa yang kulakukan”. Dalam hal ini, tidak mencampuri anak yang sedang
sibuk melakukan sesuatu adalah cara penyampaian rasa menerima tanpa kata.
MENUNJUKKAN SIKAP MENERIMA DENGAN MENDENGAR SECARA
PASIF
Tidak mengatakan sesuatu juga
merupakan cara penyampaian rasa menerima.
Diam atau ‘mendengar pasif’ merupakan pesan tanpa kata yang efektif untuk membeuat seseorang
merasa diterima. Seperti contoh berikut ini:
Anak : “Ayah, tadi temanku tidak mau berbagi kue.”
Ayah : “Oh, ya?”
Anak : “Iya, dia memakan kue sendirian walau pun
sudah disuruh berbagi oleh Ibu guru”.
Ayah : “Begitu”
Anak : “Iya, hari ini aku tidak suka padanya,
karena dia tidak mau berbagi.”
Ayah : “Hmmm….”
Anak : “Seharusnya sesame muslim saling berbagi
ya, Yah.”
Ayah : “ Hmmm….”
Anak : “ Kalau aku pasti akan selalu berbagi
kepada teman- temanku, supaya aku disayang ALLOH.”
Dalam adegan singkat di atas,
orangtua yang mendengarkan dengan pasif memungkinkan anak melihat lebih jauh
daripada sekedar melaporkan bahwa temannya tidak berbagi kue.
MENGUTARAKAN PENERIMAAN DENGAN KATA- KATA
Bicara memang penting, tetapi
bagaimana orangtua berbicara kepada anak- anak adalah lebih menentukan. Berikut
adalah 12 ciri tanggapan orangtua ketika berbicara dengan anak- anak mereka dan
ternyata merupakan tanggapan yang destruktif.
1.
Memerintah, mengarahkan: mengatakan kepada anak
untuk mengerjakan sesuatu, memberi perintah:
“Jangan mengeluh!”
“Jangan
bicara seperti itu kepada Ibu!”
2.
Mengancam, memperingatkan; mengatakan akibat- akibat yang akan terjadi bila
anak melakukan sesuatu:
“Sekali lagi seperti itu, kau tidak boleh bermain
sepak bola lagi.”
“Awas ya kalau berbuat seperti itu lagi.”
3.
Mendesak; mengatakan
apa yang harus atay boleh dilakukan:
“Kamu harus selalu hormat pada orangtua.”
“Kamu tidak boleh
berbuatu begitu.”
4.
Menasihati, member penyelesaian atau saran- saran; mengatakan bagaimana cara menyelesaikan suatu
masalah, member nasihat, menyediakan jawaban atau penyelesaian bagi masalah
anak:
“Masuk saja ke SD X.”
“Ayah sarankan agar kamu membicarakan hal tersebut
kepada gurumu.”
5.
Memberi kuliah, mengajari, member alasan logis; berusaha mempengaruhi anak dengan fakta- fakta,
kontra argument, logika, informasi, atau pendapat pribadi:
“Lihatlah, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus
Ibu kerjakan, karena itu kamu harus membantu Ibu.”
“Waktu Ibu seumur kamu, pekerjaan rumah yang harus
Ibu kerjakan dua kali banyak daripada yang kamu kerjakan.”
6.
Menilai, mengkritik, menyalahkan, tidak setuju; membuat penilaian negative atau member pendapat
negatif:
“Itu karena
kamu tidak memikirkannya dengan baik.”
“Dalam hal ini, kamu salah.”
7.
Memuji, menyetujui; melontarkan pujian, menyetujui, member penilaian
positif:
“Anak seperti itu memang harus dimusuhi.”
“Menurut Ayah kamu memang benar.”
8.
Mencemooh, membuat malu; membuat anak merasa bodoh, menggolongkan anak dalam
satu kategori, membuat malu:
“Kamu ini memang anak manja.”
“Dasar cengeng, begitu saja kamu sudah menangis.”
“Kenapa kamu sok tahu sekali?”
9.
Membuat interpretasi, menganalisa, mendiagnosis; mengatakan pada anak apa motivasinya, menganalisa
mengapa anak melakukan atau mengatakan sesuatu:
“Itu hanya karena kamu iri hati.”
“Kamu ingin merayu Ibu, kan?”
10.
Meyakinkan, member simpati, menghibur, mendorong; berusaha agar anak merasa senang, menghilangkan
perasaan- perasaan yang tidak menyenagkan, member dorongan:
“Besok kamu akan merasa lebih baik.”
“Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan.”
“Jangan khawatir, segalanya pasti akan beres.”
11.
Menyelidiki, mengusut; berusaha mencari alasan, sebab-sebab, untuk
menolong menyelesaikan masalah:
“Mengapa kamu tidak suka sekolah?”
“Kapan perasaan itu mulai timbul?”
12.
Menghindar, mengalihkan perhatian, membelokan; berusaha menjauhkan anak dari masalahnya, menarik
diri dari persoalan, emngalihkan perhatian, mengolok- olok:
“Sudah lupakan saja.”
“Tidak usah dibicarakan sekarang.”
“Kita bicarakan saja hal- hal yang menyenangkan.”
MEMBUKA PINTU
Salah satu cara efektif dan
konstruktif dalam menanggapi ungkapan perasaan anak- anak adalah ‘membuka
pintu’ atau ‘mengundang untuk berbicara
lebih banyak’. Ini adalah tanggapan- tanggapan yang tidak berhubungan dengan
pendapat, gagasan, atau perasaan si pendengar, namun yang mengundang anak untuk
membagi pendapat, gagasan, atau perasaan- perasaannya dengan cara “Mendengar
Aktif”, yaitu menguraikan perasaan anak dengan tepat dengan berusaha mengerti
arti pesan yang disampaikan. Kemudian pengertian tersebut dinyatakan dalam
kalimat dan dikirim kembali kepada anak. Contoh tanggapan sederhana dalam
mendengar aktif adalah sebagai berikut:
“Ya”
“Bagus sekali”
“Hmm”
“Bagaimana?”
“Oh, begitu?”
“Coba ceritakan”
“Ceritakan lebih
banyak lagi”
Membuka pintu atau menyilakan bicara
dapat emudahkan komunikasi. Hal itu mendorong orang untuk mulai atau meneruskan
pembicaraan. Cara ini juga membuat masalah pada tempatnya, yaitu masalah anak;
cara ini tidak mengakibatkan pengambilan masalah dari anak, sebagaimana halnya
bila orangtua mengajukan pertanyaan- pertanyaan, member nasihat, mengajari, dan
sebagainya.