Kamis, 11 Agustus 2011

TIPS AGAR ANAK MENAATI PERATURAN


  1. Hal-hal yang perlu diterapkan dalam usaha mendisiplinkan anak :
  • Mulailah dari hal-hal yang kecil dulu, kemudian secara bertahap ke tingkat selanjutnya.
  • Awal dari disiplin adalah komunikasi yang baik dan sederhana.
  • Konsisten pada aturan disiplin yang telah dibuat.
  • Konsisten antara ayah-ibu supaya tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Buatlah kesepakatan tentang peraturan yang harus dijalankan di rumah.
  • Terapkan pemberian reward dan punishment (hukuman).
  • Pemberian perintah dan aturan yang disertai dengan penjelasan mengapa harus begini, mengapa harus begitu.
  • Mendampingi anak mengerjakan apa yang diperintahkan untuk menciptakan suasan yang menyenangkan, misalnya pada saat anak disurh membereskan mainannya.
  • Teknik disiplin yang digunakan, sebaiknya memakai dialog yang penuh kasih sayang dan kehangatan.
  • Bahasa yang digunakan sebaiknya yang sederhana saja, apalagi si anak masih tergolong balita. Gunakan juga bahasa anak (berdasarkan pada pola pikir animisme anak). Dengan demikian si anak akan lebih bisa menerimanya.
  • Aturan disiplin dibuat sedemikian rupa sehingga bahaya dari luar / sisi negatifnya bisa diminimalkan.
  • Perhatikan usia anak. Aturan disiplin akan berbeda-beda tiap tingkatan tahap perkembangan. Bila masih kecil (baru 1-2 tahun), kesabaran sangatlah mutlak karena mereka cenderung egosentris. Jadi, maklumlah.
  • Hormati perasaan anak dan hargai juga waktunya.
  • Berikan pilihan/alternatif.
  • Kerahasiaan aturan disiplin supaya tidak menjatuhkan harga diri si anak.
  • Peringatkan lebih awal tentang apa-apa yang harus dilakukannya supaya ia bisa bersiap-siap untuk aturan tersebut.
  • Berikan perintah dengan tegas dan lebih spesifik.
  • Tekankan pada hal-hal positif
  • Ketidaksetujuan baiknya ditunjukkan pada perilaku si anak, bukan si anak itu sendiri.
  • Berikan contoh/teladan yang baik karena anak-anak bisa meniru perilaku orang tuanya. Dengan demikian, orang tua bukan hanya sebagai penegak aturan tetapi juga pelaksana aturan.
  • Sertakan rasa humor.
  1. Hal-hal yang harus dihindari dalam usaha mendisiplinkan anak :
  • Terlalu sering membri ancaman (lebih-lebih pada anak yang pandai) karena ia malah akan balik menentang.
  • Mendisiplinkan anak dalam keadaan emosi
  • Aturan disiplin yang memaksa, otoriter, keras, dan sangat ketat.
  • Selalu mengatakan, “Aku ingin…” (bagi orang tua)
  • Orang tua itu sendiri tidak disiplin, sehingga si anak pun menirunya.
  1. Aturan-Aturan yang Penting Saat Memberikan Reward Kepada Anak:
  • Hadiah diberikan dengan tujuan tertentu, sebagai dorongan pada anak untuk tetap mempertahankan tingkah laku atau prestasinya yang baik.
  • Bila tujuannya ingin mengubah tingkah laku anak sebaiknya jangan memberikan hadiah barang, kecuali untuk pertama kali dalam jangka waktu yang panjang, misalnya saat anak masuk sekolah, belikan tas atau buku.
  • Bila anak sudah terlanjur menyukai hadiah barang, ubahlah dengan sikap yang sabar, ulet, dan konsisten. Perubahan ke hadiah non barang pun harus dilakukan secara bertahap dan jangan memaksa.
  • Kekompakan antara ayah dan ibu dalam memberikan reward.
  • Bila akan memberikan hadiah non barang, lakukan dengan sungguh-sungguh, dalam arti ungkapan kasih sayang, seperti pelukan atau ciuman diberi dengan tulus.
  • Konsisten dalam memberi hadiah non barang.
  • Hadiah non-barang harus proporsional, efisien dan tepat waktu.
  • Adakah evaluasi seusai hadiah diberikan, apakah ada penguatan perilaku pada anak.
  • Reward jangan diberikan secara berlebih-lebihan.
  • Reward baiknya berujung pada reinforcement positif.
  1. Aturan-Aturan yang Penting Saat Memberikan Hukuman Kepada Anak :
  • Jangan berikan pada anak yang masih tergolong balita karena mereka belum mengerti alasan mengapa mereka dihukum, akibatnya mereka bisa menjadi frustasi.
  • Hukuman harus bersifat mendidik
  • Informasikan terdahlu akan adanya sanksi tertentu dari perilakunya yang tidak menyenangkan orang tuanya.
  • Adakan evaluasi seusai hukuman diberikan, apakah ada perubahan kesadaran dalam diri si anak.
  • Jangan lakukan hukuman dibawah pengaruh emosi yang tak terkontrol.
  • Hindarkan hukuman fisik
  • Berikan hukuman dengan tegas. Bila anak merengek jangan langsung lemah hati dan menyerah.
  • Perhatikan korelasi antara hukuman dan perilaku.
  • Hukuman badan hanyalah dipandang sebagai jalan terakhir.
  1. Beberapa Fakta Mengapa Hadiah Barang Bisa Menjadi Tidak Efektif :
  • Anak menjadi materialistis
  • Anak menjadi konsumtif.
  • Orang tua bisa tekor.
  • Anak bersikap baik bukan karena kesadaran diri, tetapi karena keinginan untuk mendapatkan barang tersebut.
  1. Beberapa Fakta Mengapa Hukuman Badan Bisa Menjadi Tidak Efektif :
  • Anak menjadi frustasi
  • Anak bisa menjadi resisten (kebal) terhadap hukuman tersebut.
  • Anak cenderung membiarkan dirinya dihukum daripada melakukan perbuatan yang diharapkan kepadanya.
  • Anak cenderung melampiaskan kekesalannya pada hukuman tersebut dengan memukul anak lain.
  • Menimbulkan dampak psikologis jangka panjang, dimana rasa marah, sakit hati dan jengkel akan dipendam selamanya oleh si anak.
  • Akan terbentuk rasa ketidakberdayaan (sense of helpesness).
  • Anak tidak akan belajar apapun dari hukman badan.
Baik reward maupun hukuman, janganlah asal-asal diberikan, melainkan harus mampu membangun/mengukuhkan konsep diri individu. Waktu diberikannya reward atau hukuman pun harus langsung pada saat prilaku yang diinginkan/tidak diinginkan itu terjadi. Jangan menundanya terlalu lama. 

Sumber : Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Islam (dengan proses editing)
Dimuat dalam Buletin Suara Salman 3 Edisi 3, Mei 2011

Berlatih Tanggungjawab Dari Hal Kecil Bagi si Kecil


            “Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya”, tentu kita semua sudah familiar dengan peribahasa tersebut. Pada umumnya orang suka sekali menghubungkan perilaku seorang anak karena pengaruh keturunan. Pernahkah terbesit bahwa bukan keturunan genetika yang mempengaruhi seorang anak dalam bersikap, akan tetapi karena si cilik dengan cepatnya dapat mencontoh apa yang diperbuat orang tuanya. Sama halnya dalam bertanggungjawab, terkadang bukan si anak sulit untuk dididik akan tetapi mungkin banyak contoh yang tidak mendukung.
            Dalam hal bertanggungjawab, anak akan cenderung terlatih dengan kebiasaan-kebiasaan kecil yang diterapkan, seperti contohnya anak yang terbiasa dengan lingkungan yang berantakan akan memiliki kebiasaan yang seperti itu juga, akan sulit sekali tentunya melatih si kecil untuk bertanggungjawab, sepeti halnya dengan membereskan mainannya sesudah bermain karena lingkungan dan “role model” tidak dapat jadi andalan.
            Selain role model, si cilik juga memerlukan komunikasi “ala” si cilik, sewaktu mengharapkan si cilik untuk menaruh kembali buku yang sudah dibacanya sedapat mungkin dideskripsikan dengan menyenangkan, jangan membentak atau berkata kasar karena tentunya si cilik akan cenderung bersifat menolak. Jangan lupa untuk membantunya sambil mengucapkan pujian atau apresiasi atas kemauan dan usahanya. Kadang anda dapat memberikan kado kecil, tidak perlu berupa benda tetapi dapat berupa hal-hal yang si cilik impikan untuk lakukan bersama anda. Dan perlu diingat, di saat si cilik mendapatkan ganjaran karena tidak melakukan tanggungjawabnya, hindari sifat menghakimi, komunikasikan dengan baik nasihat-nasihat yang anda berikan. Lagipula, banyak riset yang membuktikan bahwa anak kecil, dan juga manusia pada umumnya, akan memberikan reaksi positif terhadap sesuatu yang bersifat rewards (hadiah) ketimbang punishments (hukuman).
            Selain itu, komunikasi dengan si cilik harus juga memperhatikan waktu. Sewaktu anak sedang membandel atau aktif bermain, umumnya si cilik tidak menyerap nasehat yang anda berikan dengan maksimal. Oleh karena itu, nasehati dia sewaktu sedang beristirahat seperti saat sebelum tidur. Sampaikan dengan penuh kasih dan selalu imbangi dengan pelukan dan kecupan saang, karena ekspresi sayang biasanya selalu mempengaruhi perkembangan sifat dan sikap anak.
Lingkungan rumah sebagai lingkungan inti juga sangatlah berperan. Oleh karena itu pastikan bahwa orang-orang terdekatnya melakukan atau menerapkan hal yang sama, supaya tidak ada kesempatan bagi si cilik untuk menghindar. Dan juga, selalu memberikan kesempatan di mana anak dapat melakukan sesuatu secara mandiri. Biarkan dia berkreasi karena ini akan dapat mengembangkan sifat tanggung jawab dan bertanggungjawab terhadap hal kecil tentunya akan mempersiapkan si cilik dalam menghadapi sesuatu yang lebih besar. Walaupun ada kemungkinan bahwa si cilik dapat dengan sendirinya berkembang menjadi sosok yang melepaskan tanggungjawabnya. Tidak ada salahnya mengisi sifat bertanggungjawab ini sebagai inventaris positif bagi masa depan anak, terlebih di saat dia sedang dalam proses pembentukan pada usia dini.
Be The Best Parents You Are…

 Dimuat dalam Suara Salman 3 Edisi 3 Mei 2011

Menghafal Al-Qur’an, Siapa Takut….!!!


          Menghafal Al Qur’an adalah keharusan bagi semua muslim. Dalam Al Qur’an surat Al Hijr ayat 9 Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami (Allah SWT) yang menurunkan Al Quran ini, dan Kami pula yang menjaganya. Pada ayat ini terdapat isyarat bahwa Allah SWT akan menjaga dan melestarikan Al Qur’an ini dari tangan-tangan jahil yang berusaha merubahnya, menghapus atau bahkan menambahkan ayat-ayatnya seperti yang terjadi pada kitab-kitab suci terdahulu. Melalui apa Allah SWT menjaga Al Qur’an ini? Atau dengan instrumen apa Allah SWT menjaganya? Ayat ini mengisyaratkan ahwa penjagaan Allah yaitu mereka para huffazh (penghafal Al Qur’an). Wow… !! Sungguh nikmat dan mulia kedudukan mereka para huffazh yang menjadi andalan Allah SWT dalam melestarikan Al Qur’an ini. Pantas dalam sebuah hadits mereka diakui oleh Allah SWT sebagai Ahlullah wa Ahhibba-uh (keluarga Allah dan para kekasihNya).
            Lalu, bukankah menghafal l Qur’an itu tidak mudah? Bukankah menghafal Al Qur’an itu membuat kita susah? Jawabannya…, “mudah kok…” Lho kok bisa…?!

Adanya Jaminan Allah
            Allah SWT menjamin akan memudahkan menghafal Al Qur’an bagi hambanya. Dalam Surah Al Qomar ayat 17 Allah SWT sampai empat kali mengulang firmanNya, yang artinya: “Dan sungguh pasti telah kami mudahkan Al Qur’an ini untuk diingat (dihafal), maka adakah yang mau mengingatnya (menghafalnya)? Ayat ini mengandung dua penekanan atau pengauatan bahasa pertama, Lam attaukid yang berarti kesungguhan dalam kandungan kata kerjanya. Artinya, sungguh Allah SWT pasti akan memenuhi janjiNya itu. Dan yang ketiga, penggunaan fi’il madhi (kata kerja bentuk lampau) , yang mengisyaratkan kejadian itu sudah berlangsung dan selesai. Artinya Allah SWT sejak zaman azali telah memudahkan dalam menghafal Al Qur’an.
            Oleh karena itu, maka ini merupakan jaminan dari Allah SWT yang sudah pasti akan memudahkan dalam menghafal Al Qur’an. Adakah jaminan yang lebih pasti dari jaminan Alah SWT dengan ketiga instrumen penguatan itu?
            Permasalahannya adalah pada ujung ayat di atas, yaitu tantangan dari Allah SWT: “Maka adakah orang yang mau menghafalnya?” Kebanyakan dari kita tidak mau menghafalnya, maka menjadi susahlah ia untuk menghafal. Mayoritas kita takut menghafalnya, karena takut gagal, terbebani, menjadi lemah dibidang keilmuan yang lain, dan segudang alasan lainnya, baik yang sesungguhnya maupun alasan yang dibuat-buat.

Menghafal Al Qur’an Tidak Akan Menyebabkan Kesusahan
            Dalam Surah Thaha ayat 2-3 Allah menjelaskan bahwa Al Qur’an ini tidak akan membawa kesusahan bagi manusia. Bahkan sebaliknya, ia akan menjadi obat, pelipur lara dan penyembuh dari berbagai penyakit dan kesusahan. Dan dalam Surah Al Isra’ ayat 82 Allah SWT berfirman yang artinya “Dan Kami turunkan dari Al Qur’an ini sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Bertolak dari ayat-ayat tersebut, maka rasa khawatir atau takut dalam menghafal Al Qur’an harus dibuang jauh-jauh, karena semua itu tidak akan terjadi bahkan sebaliknya semakin banyak ayat Al Qur’an yang dihafal, maka semakin banyak pulalah rahmat yang kita dapati.

MANFAAT MENGHAFAL AL-QURAN
  1. Al Qur’an membawa fitrah manusia.
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dengan Al Qur;an fitrah ini akan tetap terjaga. Al Qur’an senantiasa membimbing kepada jalan yang paling benar dan lurus. Demikian yang Allah kabarkan kepada manusia melalui firmanNya. Dalam Surat Al Isra’ ayat 9 yang artinya “Sesungguhnya Al Qur;an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka adalah pahala yang besar.
  1. Al Qur’an adalah cahaya kehidupan.
Seperti matahari bagi bumi, Al-Qur’an adalah cahaya bagi kehidupan manusia. Sesungguhnya Alah telah menjadikan Al Qur’an sebagai ruh dan cahaya bagi ruh dan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah alam Surat Asy Syura: 52 dan Surat Al Anfal ayat 24. Apakah sesungguhnya yang memberi kehidupan kepada manusia? Jawabannya adalah Lafazh-lafazh Al Qur’an. Lafazh-lafazh Al-Quran membawa makna dan pengaruh kepada manusia yang dikehendakiNya, dan sesungguhnya itu merupakan suatu kenikmatan dan manfaat yang besar, sebab makna dan pengaruh yang dibawa oleh lafazh-lafazh itu menggetarkan hati, melembutkan jiwa, dan memperbaiki kualitas iman dan ketakwaan kita. Salah satu bentk murka Allah SWT kepada manusia berdosa adalah: meghalangi makna dan pengaruh lafazh-lafazh itu dari hati seorang manusia. Inilah yang menjeaskan kenapa ketika dua manusia mendengar lafazh yang sama, yang seorang bisa bergetar kulit tubuhnya, dan bercucuran air matanya, sementara seorang lainnya tak bergeming dan tak merasakan apa-apa. Sesungguhnya ruh lafazh-lafazh Al Qur’an berada di tangan Allah, Allah-lah yang mengirimkan kapanpun dia kehendaki dengan hikmah dan peraturannya.
  1. Al Quran Pintu gerbang Kecerdasan Fisik, Intelektual, Emosional dan Spiritual
Manusia membutuhkan empat kecerdasan untuk sukses dunia akherat, kecerdasan fisik, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sprirtual. Sehat saja tak menjadi berguna tanpa kecerdasan lainnya. Kecerdasan intelektual menjadi pincang tanpa didukung kecerdasan lainnya, banyak mahasiswa dengan indeks prestasi tinggi yang ternyata hanya menjadi pengangguran belaka. Ia tidak mampu mengembangkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain sehingga jangankan menjadi pemimpin, menjalin hubungan yang baik dalam suatu organisasi pun ia gagal.
Sehat, cerdas, dan mapan secara emosional pun belum sempurna. Pejabat yang korup itu tentulah orang berilmu, pasti juga orang yang pandai memimpin dan dipimpin, jago melobi dan bernegosiasi, serta berbagai jenis kecerdasan emosional lainnya. Tetapi karena miskin spiritualnya maka ia tidak tahan terhadap godaan harta, inilah yang membuatnya melakukan tindakan tercela yang akhirnya harus membuatnya terkurung dipenjara sebagai koruptor. Al Quran adalah pintu gerbang menuju kecerdasan fisik, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.

Yohana Latifah (disarikan dari buku "Metode Fahim Qur'an Menghapal Al Qur'an dengan cepat dan menyenangkan 

Pernah dipublish sebelumnya dalam Suara Salman 3 Edisi 2 Januari 2011

Rabu, 10 Agustus 2011

Bagaimana Cara Mengatasi Sibling Rivalry (Persaingan antar Saudara)


Dalam ilmu psikologi, Sibling Rivalry diartikan sebagai permusuhan dan kecemburuan antara saudara kandung yang menimbulkan ketegangan diantara mereka. Bahasanya sih keliatan keren….padahal banyak orangtua dalam lingkungan saya yang mengeluhkan akibatnya. Hampir sebagian besar konflik anak yang memiliki saudara dikarenakan sibling rivalry ini.

Munculnya sibling rivalry dikarenakan perkembangan egosentris anak. Konsep egosentris adalah konsep dimana anak sedang mengembangkan konsep ke-aku-an termasuk diantaranya mengakui “Ayah dan Ibu hanya untukku”. Egosentris tidak selalu mengarah sesuatu negative tapi nantinya konsep egosentris tersebut berhubungan dengan kemampuan anak untuk memandang dirinya. Kalau si anak tidak mengukuhkan dirinya melalui egosentris maka dirinya tidak akan mampu menanggapi perbedaan yang dimiliki terhadap karakteristik berbeda dengan orang, kepercayaan diri, beradaptasi, memahami nilai-nilai toleransi dll..pokoknya banyak banget 
Selain itu juga ada perkembangan anak ketika menghadapi konflik alias manajemen konflik. Di setiap tahapan umur (bahkan ketika dewasa) manajemen konflik dan konsep egosentris mengalami perubahan. Setiap masa perkembangan anak akan mempunyai cara pandang berbeda yang berpengaruh pada cara mereka menselesaikan konflik. Ketika perkembangan manajemen konflik mampu diarahkan pada sisi baik maka anak akan mampu membangun jalur penghubung antara bagian otak emosional dan bagian otak logika. Anak-anak yang demikian ketika menghadapi konflik akan berupaya untuk mencari solusi dibandingkan meluapkan emosi secara berlebihan. Nah ini dia, penting…penting banget!! Berharap ya Yah dan Bun..anak-anak kita kelak bisa begitu. Amien.
Meskipun fakta di atas menunjukkan bahwa konflik antar saudara sebagai bagian dari perkembangan anak, namun  sibling rivalry harus tetap diselesaikan. Harus!! Kelak apabila sibling rivalry tidak terselesaikan maka ditakutkan konflik justru semakin membesar dan berdampak pada setiap orang yang berada dalam lingkungan mereka. Salah satu contoh kasus dari sibling rivalry yang tidak diselesaikan dengan baik adalah kutipan di bawah ini:
“ Saya, 23 tahun, anak ke 9 dari 11 bersaudara, sudah tidak tahan menghadapi, melihat, mendengar sesuatu yang ada hubungannya dengan kakak laki-laki sulung saya, sebut saja B (37 tahun). Dia sudah berkeluarga dan memiliki 3 anak, tetapi masih tinggal bersama orangtua. Dari kecil, sejak saya dapat menyimpan memori, kakak sulung saya ini sudah sangat-sangat-sangat…membuat orang lain merasa tersiksa, menderita, teraniaya batin (pernah juga fisik). Kadang kami bangun malam hari sebab ia berkelahi dengan kakak yang lain. Perkelahian ini bukan yang biasa, tetapi seperti perang saja. Tiap kali berkelahi orangtua menyembunyikan benda-benda tajam. Pernah dia berkelahi dengan kakak yang sudah menikah, yang ketika itu masih tinggal bersama orangtua. B mengusir kakak saya dan bilang kalau sudah menikah harus tahu diri, jangan menumpang terus pada orangtua. Padahal dia sendiri sampai punya anak tiga masih menumpang. Munafik ya Bu. Orangtua sering membantu dia, juga saat membuka swalayan kecil. Tetapi dia malas menjaganya. Kadang-kadang berkelahi dengan istrinya sebab dia mau tidur siang-meski bangunnya sudah siang, padahal toko sedang ramai. Istri B juga sama saja. Pernah mereka berkelahi dengan kakak nomor tiga Ketika B sudah agak tenang, istrinya memanas-manasi. Sampai barang-barang milik kakak nomor tiga dirusak, bajunya disobek-sobek dan alat elektronika dicoret dengan paku. Tetapi orangtua menutupi kejadian itu, bajunya dijahit lagi, dan alat elektronik diperbaiki. Dia juga mau menguasai barang-barang di rumah. Tak terhitung banyaknya barang miliki orangtua, kakak-kakak, bahkan punya saya yang masuk ke paviliun dia dan tidak bisa diambil lagi. Dia menggunakan mobil orangtua sesuka hatinya. Kalau adiknya mau pakai dia bilang manja banget, tidak mau naik kendaraan umum. Pernah dia akan pergi, mobil dipakai orangtua menengok orang sakit dengan diantar kakak. Pulangnya dia marah-marah, padahal yang punya kan orangtua. Sampai anak-anak B menganggap mobil itu punya Papa mereka dan orangtua dianggap meminjam.” ( artikel Kompas yang dikutip dalamhttp://kurniawan.staff.uii.ac.id/2008/09/02/konflik-saudara-kandun/.)
Sebenarnya sih banyak contoh yang bisa di angkat namun intinya sama bahwa Sibling Rivalry harus diselesaikan dengan bantuan orangtua. Kita jadi bisa membayangkan seandainya sibling rivalry tidak segera diselesaikan oleh orangtua. Muncul perasaan dikalahkan, ketidakdilan dan ketidakpuasaan bagi si anak. Hal ini tidak menutup kemungkinan makin berkembang dan muncul kekerasan antar saudara.
Hal ini beda dengan sibling rivalry yang mampu diselesaikan dengan baik. Ketika  para ibu dan ayah mempersiapkan si Kakak ketika dengan cara mendiskusikan perasaan-perasaan dan kebutuhan-kebutuhan anak yang baru lahir dengan anak-anak yang lebih tua, maka anak-anak yang lebih tua akan lebih menyayangi adiknya. Demikian pula dengan responsivitas para ibu dan ayah terhadap kebutuhan-kebutuhan anak perempuan yang lebih muda berkorelasi positif dengan kemampuan berbagi dan menghibur anak yang lebih muda terhadap anak yang lebih tua. Dengan demikian nantinya (suatu saat) ketika mereka tumbuh dewasa, mereka akan menjadi bersaudara yang saling melindungi dan menjaga.
Sedangkan manfaat terhadap hubungan interpersonal anak ketika sibling rivalry terselesaikan dengan baik maka anak-anak akan belajar bagaimana mereka harus menyesuaikan diri dengan orang lain. Anak-anak akan belajar bagaimana bernegosiasi dan berkompromi dengan orang lain. Anak-anak akan belajar bagaimana mengembangkan pemahaman tentang keberadaan orang lain sekaligus menghargai perasaan orang lain. Hubungan antar saudara kandung juga akan mengajarkan kepada anak-anak bahwa hidup ini tidak selalu adil dan membantu mereka untuk menerima kenyataan tersebut. Anak-anak akan belajar kesabaran dan toleransi terhadap pandangan-pandangan yang berbeda. Anak-anak akan belajar tentang batasan-batasan orang lain dan bagaimana menerapkan batasan-batasan mereka
Nah dari artikel http://kurniawan.staff.uii.ac.id/2008/09/02/konflik-saudara-kandun/ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menselesaikan sibling rivalry tersebut: (1) otoritas (memakai kekuasaan untuk mengakhiri konflik) (2) mediasi/informasi (memberikan saran-saran, informasi) (3) distraksi (mengubah focus atau mengalihkan pada isu-isu non konflik) (4) direktif (secara verbal dan atau fisik membatasi atau mengontrol anak-anak dari konflik yang lebih berbahaya) (5) manajemen antisipatori (melatih kemampuan anak-anak yang lebih muda dalam mengenali perasaan-perasaan dan keinginan-keinginannya ketika berinteraksi dengan saudara kandungnya yang lebih tua) dan (6) interaktif (ikut terlibat secara verbal dan/ atau fisik bersama dengan anak-anak dalam bermain, permainan, dan ketika mereka membaca buku-buku. Terkadang dalam menselesaikan konflik sibling rivalry juga membutuhkan pendekatan non intervensi yaitu ketika orangtua. Bingung yak mau pilih yang mana @_@.
Benernya sih Yah…Bun semua boleh diborong. Disesuiakan saja dengan kondisi.. Cuma bagaimana cara penyesuaian juga harus didasarkan beberapa hal. (Sekali lagi berdasarkan artikel tersebut) ada beberapa factor yang mempengaruhi peran orangtua dalam membantu menselesaikan sibling rivalry yaitu (1) keyakinan (belief) yang dimiliki orangtua  (2) stereotip orangtua atas anak-anaknya (3) jenis kelamin orangtua, dll.
 Intinya sih….faktor-faktor diatas membantu kita sebagai orangtua untuk lebih berhati-hati dalam membantu anak-anak ketika berselisih. Jangan sampai styreotipe dan keyakinan seperti bahwa anak tertua harus mengalah dan anak-anak selanjutnya dimenangkan, atau anak laki-laki harus lebih dominan daripada anak perempuan mempengaruhi strategi kita dalam menselesaikan konflik bersaudara. Jangan pula sampai muncul pengaruh jenis kelamin seperti pandangan bahwa ayah (laki-laki) hanya bisa melakukan pendekatan otoriter sedangkan si ibu (perempuan) hanya bisa menggunakan pendekatan mediator. Favoritisme para orangtua terhadap salah satu anaknya, misalnya, akan membuat hubungan antar saudara kandung lebih banyak diwarnai permusuhan dan agresi. Di setiap konflik perlu penanganan berbeda sehingga membutuhkan kemampuan penguasaan pendekatan terbaik demi keputusan berimbang. Jadi ngrasa kaya di pengadilan gitu gak sih…..jadi kaya hakim.
 Oh iya Yah…Bun ada tambahan, orangtua secara berangsur-angsur harus memberikan kesempatan si anak untuk memulai mengambil keputusan sendiri. Momentnya disesuiakan dengan perkembangan anak yaitu ketika anak mulai belajar menghubungkan emosi dan berlogika serta mulai memasukkan pertimbangan selain kebutuhannya saja. Hal ini bertujuan supaya si anak mulai mandiri dalam mengambil keputusan. Belajar bertanggung jawab.
Fiuhhhhh….tulisannya lagi-lagi serius dan panjang banget. Cuma bisa berharap: Semoga bisa membantu…..

Lawrence E Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelegence Pada Anak, Gramedia, Jakarta, 2003.
Goleman, Emotional Intelegence, PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 1999
Janine Amos dan Annabel Spenceley, Mengapa Bertengkar?, Seri Problem Solvers, Penerbit Kanisius. Jogjakarta,  2004

Krisnita Candrawati (Bunda Qila)
Tulisan ini pernah dipublish sebelumnya dalam http://abucketoflist.blogspot.com

Meletakkan Visi pada Anak


Oleh : Ustd. Mohammad Fauzil Adhim

Banyak tokoh telah berlalu. Mereka meninggalkan karya dan catatan dalam sejarah yang dapat kita buka lembarannya setiap saat.
Dr. Muhammad Iqbal salah satunya. Ia pemikir besar Muslim yang sangat berpengaruh. Gagasan-gagasannya banyak dikaji orang hingga hari ini.
Apa yang menarik dari Dr. Muhammad Iqbal buat kita para orangtua? Visi ayahnya. Jika ibu bertugas menyayangi, melimpahi perhatian yang tulus, mengasuhnya dengan penuh kelembutan, serta memberi rasa aman sejak hari pertama kelahiran; maka kita melihat bahwa para ayah dari orang-orang besar meletakkan visi yang kuat pada diri anak-anaknya. Inilah yang kita dapati pada diri Luqman Al-Hakim, tukang kayu yang menggenggam hikmah dari Allah ‘Azza wa Jalla mengabadikan dalam al-Qur`an. Begitu pula pada diri Na¬bi kekasih Allah Ta’ala, Ibrahim ‘alaihissalam, bapak para Nabi. Dari seorang ayah yang memi¬liki visi Ilahiyah sangat kuat ini, lahir para nabi pembimbing umat. Tidak terkecuali Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam (SAW).
Kenabian memang bukan soal visi orangtua. Ia merupakan hak mutlak Allah SWT untuk memberikan kepada orang yang dipilih-Nya. Kenabian juga telah berakhir. Sesudah Muham¬mad SAW, tak ada lagi Nabi dan Rasul yang akan dibangkitkan di tengah-tengah umat ini.
Tetapi…
Ada yang bisa kita petik dari ayah Dr. Muhammad Iqbal. Kepada Iqbal kecil, ayahnya memberi nasihat, “Bacalah al-Qur`an seakan-akan ia diturunkan untukmu.”
Tentu ada banyak nasihat yang pernah diberikan ayahnya. Tetapi nasihat inilah yang membekas di dada Iqbal kecil sehingga memengaruhi perkembangan jiwanya.
Tentang nasihat ayahnya ini, ia memberi kesaksian:
“Setelah itu,” kata Dr. Muhammad Iqbal menuturkan, “Al-Qur’an terasa berbicara langsung kepadaku!”
Inilah nasihat yang sangat visioner. Ia mengingatkan hal-hal pokok yang apabila itu hidup dalam dirinya, maka seluruh pikiran dan tindakannya akan terwarnai. Hal yang sama berlaku untuk motivasi, dorongan belajar, nasihat tentang perilaku dan seterusnya. Ada nasi¬hat yang hanya memiliki kekuatan satu-dua jam, ada nasihat yang memiliki kekuatan satu-dua minggu dan ada juga nasihat yang memiliki kekuatan hingga masa yang sangat panjang.
Kemampuan memberi nasihat yang paling tepat untuk menggerakkan kebaikan da¬lam diri anak, kerapkali bukan lahir dari kecerdasan orangtua. Betapa banyak anak-anak yang memiliki orangtua doktor sekaligus dokter, tetapi kualitas pengasuhan dan pendidikan keluarga yang ia terima hanya setingkat dengan mereka yang tidak mampu menamatkan pendidikan dasar di SD Inpres yang paling buruk. Kenapa?
Salah satunya karena orangtua tidak punya visi dalam mengasuh dan mendidik. Sebab lain yang kerap saya temui, mereka –para orangtua—menempuh pendidikan tinggi memang bukan untuk menyiapkan anak-anak masa depan. Kembali ke rumah setelah menempuh jenjang pendidikan yang sangat tinggi merupakan mimpi yang buruk. Mereka memilih menyerahkan anak-anaknya kepada orang yang sebenarnya tidak diciptakan untuk mendidik anak. Mereka mungkin bagus dalam mendidik anak-anaknya, tetapi bukan anak kita.
Contoh sederhana. Tugas orangtua mendidik anak, sedangkan tugas nenek memanjakan cucu. Tidak ada masalah yang perlu dirisaukan seandainya ma-sing-masing menjalankan pe¬rannya dengan baik. Ne¬nek secara alamiah akan cenderung memanjakan cu¬cu. Tanpa disuruh, mereka akan melakukannya. Seba¬gian orangtua bahkan merasa kebingungan bagaima¬na meng¬hadapi nenek yang begitu memanjakan cucu. Alih-alih risau terhadap kelangsungan pendidikan anak, kita menuding nenek anak-anak kita sebagai penyebab kekacauan. Padahal, akar masa¬lahnya terletak pada rendahnya komitmen kita menjalankan tugas sebagai orangtua. Atau, boleh jadi kita memiliki komitmen yang sangat kuat, tetapi tidak memiliki visi yang jelas.
Apa yang Anda inginkan terhadap anak Anda?
“Saya ingin punya anak yang saleh.” Saleh yang seperti apa? Coba rumuskan.
“Saya ingin punya anak yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.” Wah, ini persis seperti petuah pada penataran P-4. Singkat, padat dan tidak jelas. Apakah yang Anda maksud berguna bagi nusa, bangsa, dan agama itu berarti tukang sapu jalan yang rajin shalat lima wak¬tu? Negara ini butuh tukang sapu, meski negara ini juga membutuhkan negarawan yang baik, memiliki keteladanan yang tinggi dan kerendah-hatian untuk mendengarkan suara rakyatnya langsung dari lisan mereka.
Lalu, Kenapa Visi?
Jika saya boleh menyepakati pengertian visi sebagai an ideal standard of excellence (standar ideal keunggulan), maka visi yang kuat akan membangkitkan sense of purpose and direction. Kepeka¬an terhadap tujuan dan arah. Visi membentuk gambaran mental (mental image) pada diri kita sehingga memengaruhi perasaan, pikiran, sikap dan tindakan kita. Semakin kuat visi kita, semakin peka kita membawa kepada tujuan. Sebaliknya, kita juga se¬makin cepat menangkap apa yang menjauhkan dari tercapainya standar ideal kesempurnaan dan kehebatan.
Tetapi harap diingat, lamunan yang tak diikuti dengan upaya yang keras, gambaran yang jelas dan tujuan yang kuat, bukanlah visi. Ia adalah angan-angan kosong. Tak bernilai. Wallahu a’lam bishawab.
Bukan Fasilitas dan Keterampilan
Kisah Dr. Muhammad Iqbal hanyalah sekadar contoh bagaimana visi orangtua memengaruhi pribadi seorang anak. Ada yang bisa kita petik di sini. Bukan tentang pemikiran Dr. Muhammad Iqbal, tetapi tentang bagaimana orangtua mempersiapkan anaknya. Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa ada yang lebih berharga daripada sekadar kecerdasan. Keyakinan, sikap hidup, cara berpikir, dan prinsip hidup merupakan bekal yang jauh lebih berharga daripada prestasi-prestasi akademik. Tanpa keyakinan yang kuat, orang yang paling cerdas bisa terombang-ambing hidupnya. Tanpa keimananan yang bersih, orang yang paling sukses kariernya bisa mengalami kehampaan ruhani.
Pertanyaannya, apakah yang sudah kita tanamkan pada anak-anak kita? Belajar dari para orangtua sukses di masa lalu, umumnya yang paling menonjol bukan pada banyaknya fasilitas yang mereka berikan kepada anak-anak. Juga bukan pada banyaknya keterampilan yang dilatihkan sehingga mereka cakap bekerja. Tetapi warisan yang paling berharga bagi anak-anak itu adalah visi hidup, keyakinan yang kuat, keimanan yang kokoh, sikap hidup yang baik dan kesediaan untuk memperjuangkan keyakinan. Inilah yang sepertinya justru kurang pada anak-anak di masa ini. Atau jangan-jangan kita sendiri sebagai orangtua belum memiliki kualitas yang seharusnya kita tanamkan pada anak-anak kita, sehingga –sebenarnya—kita belum layak menjadi orangtua.
Astaghfirullahal ‘adzim. Alangkah besar harapan… dan alangkah sedikit bekal yang sudah tersedia.
Semoga Allah Ta’ala mengampuni kita semua. Semoga Allah Ta’ala membaguskan amal-amal kita. Semoga pula Allah Ta’ala membaguskan anak-anak kita dan memasukkan mereka ke dalam barisan para penolong agama-Nya. Allahumma amin.

SUARA HIDAYATULLAH, JULI 2009
http://majalah.hidayatullah.com/?p=456

Melatih Anak Cerdas Finansial


Ilmu manajemen keuangan tidak hanya penting bagi para orang tua, namun penting juga diajarkan bagi anak-anak. Kira-kira umur berapa/kapan waktu yang tepat untuk mulai melatih anak cerdas finansial? Latihan manajemen keuangan dapat dikenalkan sejak anak sudah mengenal apa itu uang dan apa kegunaan/fungsi uang.

Sebelum orang tua memperkenalkan dan akhirnya mempraktekkan ilmu manajemen keuangan kepada anak, maka tujuan harus dirumuskan secara jelas. Latihan manajemen keuangan pada anak tentunya tidak sama dengan penerapan ilmu manajemen keuangan yang sudah dilakukan oleh para orang tua. Tujuan pengenalan manajemen keuangan pada anak tidak lain adalah agar anak tersebut dapat bertanggung jawab dalam memanfaatkan atau menggunakan uang tersebut dengan baik sesuai dengan kebutuhan anak. Kadang jika kita  lupa mengajarkan ilmu tersebut pada anak, sering kali terjadi anak lebih mudah terjebak keadaan konsumtif atau lebih rentan terhadap resiko keuangan.

Melatih anak cerdas finansial selain mengajari langsung kasus yang nyata, bisa juga dengan permainan. Pernahkah ayah bunda bermain monopoli? Ya, sebuah game sederhana yang mengajarkan pelakunya untuk bermain-main dengan uang. Ketika memulai permainan, setiap peserta akan diberikan jumlah yang sama, dan hasil akhir ditentukan siapa yang memiliki aset produktif terbanyak, karena asetlah yang akan menghasilkan uang. Secara tidak langsung, permainan tersebut sedang mengajarkan konsep perencanaan keuangan. Pendapatan boleh sama, tapi hasil menjadi berbeda manakala keputusan keuangan berbeda.
Permainan selain sebagai bahan belajar juga lebih banyak sebagai hiburan, jika dilakukan dalam praktek keseharian tentu dampaknya akan lebih nyata. Nah, jika ayah bunda ingin melatih anak cerdas finansial, berikut kiat-kiat yang dapat diterapkan:
1. Lakukan edukasi secara bertahap (soft learning) dan ajarkan perencanaan. Setiap anak tidak sama persis memiliki kemampuan dalam pembelajaran, hal itu tidaklah penting. Hal utama yang harus dicapai adalah kemandirian keuangan dikemudian hari. Bukan hanya bisa mendapatkan uang sendiri, namun cakap dalam mengelola atau menggunakannya. Perkenalkan anak-anak pada recehan (kertas maupun koin) dan dorong mereka untuk menyimpan di “bank kecil” mereka (gunakan celengan dengan bentuk yang mereka sukai).
2.  Jika anak sudah memasuki usia 5 tahun, ada baiknya anak dibuatkan tabungan dan diajarkan pencatatan keuangan. Buku tabungan akan membantu anak untuk mengendalikan keuangan dan memudahkan evaluasi serta pencatatan. Tabungan juga akan membantu mengendalikan penggunaan uang, terutama setelah anak mendapat hadiah/sedekah atau THR (Tunjangan Hari Raya) dari sanak famili. Nilainya bisa puluhan bahkan ratusan ribu rupiah, jika tidak dimasukan dalam rekening, hanya dalam waktu kurang dari 1 bulan uang tersebut bisa menguap untuk jajan.
3. Pembiasaan untuk memulai dengan budgeting/ penganggaran. Tahap ini memerlukan latihan yang ekstra, yaitu membuat rencana dan melakukannya.
Pada tahap ini orangtua berperan penting dalam mensukseskan pelatihan, misalnya ketika memberi uang saku anak masih SD diberikan harian atau 2-3 harian, setelah SMP diberikan pekanan, dan SMU 2 pekanan atau bulanan. Semakin panjang periode pemberian, dan anak semakin bisa menggunakan sesuai jatah waktu yang diberikan, berarti anak sudah mulai mampu mengendalikan keinginan (keuangan).
Tahap ini awal keberhasilan kecerdasan keuangan anak. Ajak anak untuk berbelanja. Siapkan daftar belanja. Mengapa? Cara ini selain membantu mengingat kebutuhan dan menetapkan skala prioritas kebutuhan sesuai anggaran yang ada, juga menghindari “lapar mata”, yaitu belanja barang-barang yang tidak direncanakan sebelumnya, karena tentu belum ayah bunda anggarkan bukan.
Tahap ini juga mengajarkan anak untuk menabung dan berinvestasi atau mencicil kebutuhan jangka panjang (masa depan) mulai saat ini. Misalnya membeli mainan yang harganya 5-10 kali lipat dari jatah uang sakunya, maka jika ingin mendapatkan barang yang dimaksud, anak harus mencicilnya/menganggarkan. Saat itu anak akan belajar skala prioritas dan mengendalikan uang saku dan secara tidak sadar sudah memasukan proses perencanaan keuangan, yaitu menetapkan tujuan (goal), melihat kondisi keuangan saat itu, menghitung dan mengimplementasikan rencana, hingga mengevaluasi.
4. Jangan lupa untuk mengajarkan sedekah/infak dari harta yang dimiliki. Ini akan membuat mereka untuk lebih menghargai banyak hal dan akan lebih bersemangat untuk mencari dan menghargai apa yang dihasilkan. Selamat Mencoba ayah bunda…

Referensi (dari berbagai sumber diinternet dengan perubahan seperlunya)
Yulaikah Kusnadi


Jumat, 05 Agustus 2011

Perawatan Gigi Anak Sehari-hari

Perawatan gigi pada anak merupakan hal yang tidah dapat diabaikan. Terkadang ada orang tua yang tidak memperhatikan kesehatan gigi susu karena menganggap gigi tersebut akan berganti. Padahal kerusakan/infeksi  yang terjadi pada  gigi susu dapat mempengaruhi kesehatan gigi tetap penggantinya.

Lalu kapan sebaiknya kita mulai menyikat gigi pada anak..?  Sebaiknya perawatan gigi pada anak kita mulai sedini mungkin dimulai sejak bayi bahkan sebelum gigi geliginya tumbuh.

Bagaimana melakukan perawatan gigi mulut pada bayi...?
Berikut perawatan gigi yang dapat dilakukan oleh orang tua dirumah sesuai dengan tahapan usia anak..
1. Usia 0-6 bulan
Pada usia ini umumnya bayi belum memiliki gigi susu. Akan tetapi, kegiatan membersihkan lidah dan gusinya sudah harus dilakukan selesai menyusu dan sebelum tidur malam. Berikut langkah yang dapat dilakukan :
Sediakan potongan kain kasa atau kain steril yang lembut yang telah dibasahi dengan air matang. Kain tersebut dibalutkan pada jari telunjuk ayah atau ibu kemudian bersihkan mulut dan gusi bayi secara perlahan. Bayi diposisikan berbaring agak tegak atau duduk dipangkuan jika sudah dapat duduk.
2. Gigi bayi
Bila gigi susu sudah muncul, gigi dapat dibersihkan dengan sikat gigi yang mungil, arah membersihkan bisa vertikal ataupun horizontal yang penting seluruh permukaan gigi baik bagian luar maupun dalam yang menhadap kelidah dan sela selanya ikut dibersihkan.
Jika ingin menggunakan pasta gigi sediakan lap karena si kecil belum dapat berkumur, jika sudah selesai maka pasta giginya dilap dari mulut dan bibirnya dengan lap basah tadi
3. Gigi anak
Gosok gigi searah, dari atas ke bawah untuk gigi atas; dan sebaliknya dari bawah ke atas untuk gigi bawah. Inilah prinsip menyikat “dari merah ke putih” atau dari gusi ke ujung gigi agar kotoran yang tersapu tidak balik lagi. Gerakan searah juga menjaga kesehatan gusi. Buatlah gerakan mengeluarkan kotoran dari sela-sela gigi. Gosoklah perlahan semua permukaan gigi mulai dari bagian dalam, tengah, dan luar.Bersihkan juga langit-langit, dinding mulut, dan permukaan lidah.
Usahakan air yang digunakan untuk menggosok gigi bersih dan jernih. Untuk anak yang baru belajar berkumur sediakan air matang. Jangan berkumur terlalu banyak supaya masih tersisa fluoride untuk menjaga kekuatan gigi.

Kapan waktu terbaik untuk menggosok gigi...?
Waktu terbaik untuk menggosok gigi adalah setelah makan Menggosok gigi setelah makan bertujuan mengangkat sisa-sisa makanan yang menempel di permukaan ataupun di sela-sela gigi dan gusi. Sedangkan menggosok gigi sebelum tidur berguna untuk menahan perkembangbiakan bakteri dalam mulut karena dalam keadaan tidur air liur yang diproduksi sangatlah sedikit padahal air liur tersebut berfungsi membersihkan gigi dan mulut secara alami. Untuk itu usahakan gigi betul-betul dalam kondisi bersih sebelum tidur. Nah, ketika bangun pagi, gigi masih relatif bersih sehingga menyikatnya bisa dilakukan setelah sarapan.

Bagaimana memilih dan mengganti sikat gigi..?
Untuk anak, pilih sikat gigi yang ukurannya kecil dengan tangkai yang mudah digenggam. Bulu sikatnya halus tapi kuat. Bagian ujung kepala sikatnya menyempit agar mudah menjangkau bagian dalam. Untuk bayi, ada pilihan sikat gigi karet, bulu, atau sikat gigi sarung untuk dipakai pada jari telunjuk ayah/ibu. Jika gigi sudah keluar lebih dari 8, bersihkan dengan sikat gigi bayi yang mempunyai ujung kecil dan berbulu halus, atau yang berbulu karet.
Anak 1-5 tahun bisa memakai sikat dengan 3 deret bulu. Di usia 6 tahun ke atas (periode gigi geligi bercampur), selain sikat dengan 3 deret bulu dapat pula dipakai sikat dengan 4 deret bulu.
Jika memakai bulu sikat yang keras maka gusi akan mengalami abrasi. Jaringan gusi akan rusak sehingga akar gigi akan terbuka. Akar gigi yang tidak dilapisi email ini akan terasa ngilu ketika mengonsumsi makanan. Gantilah sikat gigi kalau bulunya sudah mekar atau tidak beraturan agar tidak melukai gusi.

Apakah perlu menggunakan pasta gigi..?
Pasta gigi      tidak diwajibkan bagi bayi dan balita. Jadi, kalau anak tak mau, ya jangan dipaksa. Kenalkan saja secara perlahan. Pasta gigi pada prinsipnya dibuat dengan kandungan bahan-bahan pelindung permukaan gigi. Salah satunya fluoride yang sampai kadar tertentu membuat gigi tetap kuat. Kandungan fluoride dalam pasta gigi anak umumnya masuk kategori aman. Namun sebaiknya, pilih pasta dengan kandungan fluoride paling sedikit. Ketika hendak menyikat gigi, oleskan pasta gigi sedikit saja, yakni tidak lebih dari ukuran sebutir kacang polong.
Beberapa informasi tentang perawatan gigi dan mulut pada anak diatas semoga dapat membantu para orang tua dalam melakukan perawatan gigi pada anak dirumah...
 Oleh: drg. Nolista Indah Rasyid

*Artikel Ini pernah diterbitkan sebelumnya dalam Buletin Suara Salman 3 Edisi 1 / Desember 2010