Muzna Nurhayati,S.Pd*
Pendahuluan
Allah telah berfirman dalam Quran surat An-Nisa ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang meereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Dalam mendidik anak, ayat ini menjadi perlu untuk difahami lebih teliti. Yaitu tentang perhatian bagi para pendidik akan perlunya memiliki sifat takut dan khawatir yang benar. Menurut kata aslinya dalam bahasa arab takut adalah khouf, namun Allah menyebut dalam ayat tersebut kata “walyakshya”, artinya juga takut yang orientasinya khawatir kepada urusan kesejahteraan atat urusan dunianya.
Rasa khawatir yang benar akan melahirkan rasa tanggung jawab yang besar dalam mengemban amanah mendidik anak sebagai titipan Allah. Dan tanggung jawab yang pertama dalam mendidik adalah tanggung jawab pendidikan Iman sebelum tanggung jawab moral, fisik, psikis, sosial, intelektual dan seksual (Abdullah Nashih Ulwan, 1990). Bekal iman yang kuat akan menjadi tangguh apabila anak juga memiliki kemampuan untuk bertahan hidup yang baik dan benar. Keduannya perlu diupayakan dimiliki, sebagai bagian dari persiapan anak-anak kita menjadi generasi yang akan mengawal kebangkitan umat ini. Allah berfirman generasi yang siap mengemban risalah ini sebagai generasi Rabbani (Quran Ali Imran: 79). Sebuah generasi yang memiliki kegemaran belajar dan suka mengajar Al-Kitab (Al-Quran). Para ulama sepakat bahwa membekali dengan dasar keimanan yang kuat akan mampu melahirkan generasi berakhlak baiklah yang akan mampu menghadapi dan menjadi pemimpin dimasanya. Sebagai Ali bin Abi Thalib berpesan “Didiklah anak kalian untuk menghadapi suatu masa yang tidak sama dengan masa kalian, jangan kau didik mereka dengan akhlaq kalian, karena mereka diciptakan bukan untuk masa era kalian, dan jangan paksakan untuk mengikuti kebiasaan/tradisi kalian, karena mereka diciptakan bukan untuk masa kalian”.
Membekali iman dan akhlaq menjadi penting diprioritaskan dalam mendidik anak. Agar terwujud generasi baru yang Rabbani dengan ciri-ciri: “.................. Yuhibbum wayuhibbunah, adzilatin ‘alal mu’minin, a’izzatin ‘alal kaafiriin, yujahidunna fisabilillahi, wa la khaafuuna laumata laaaim.......” (Quran Surat Al-Maidah: 55).
Pendidikan aqidah dan akhlak pada anak usia dini
Pendidikan aqidah adalah pendidikan iman, yang akan memberi dasar yang kuat kepada perilaku yang baik. Bagi anak usia dini, pendidikan iman dan masalah keyakinan adalah hal yang abstrak. Namun Abdullah Nashih Ulwan dengan pertanyaannya “Bagaimana mengenalkan Laa ilaha illa Allah kepada anak?” telah mnguraikan menjadi konkrit bagaimana inti keyakinan tersebut dapat dikenalkan pada anak usia dini yaitu dengan mengenalkan berbagai ciptaan Allah kepada anak. Dan dilakukan pembinaan terus menerus untuk yakin akan keberadaan Allah. Menurut Jallaludin yang dikutip Mansur (2005), anak sejak lahir telah membawa fitrah keagamaan, namun baru berfungsi melalui proses bimbingan dan latihan. Sedangkan tahapannya menurut Sugeng Haryadi dalam Mansur (2005) memakai cara “Taqim al-takhali an al-akhlaq al-mazmumah tsuma al tahali bi al-akhlaq al-mahmudah”. Yaitu meninggalkan akhlak buruk (takhalli) dan melaksanakan akhlak terpuji (tahalli). Sehingga pendidikan iman ini tidak hanya ditanamkan secara berkesinambungan namun harus diiringi amal perbuatan yang langsung dilakukan sebagaimana makna dari iman adalah keyakinan yang diucapkan dengan lisan, diyakini dalam hati, dan diamalkan dalam perbuatan.
Adapun pendekatan yang perlu diperhatikan bagi anak usia dini harus memperhatikan karakteristik mereka yang penuh rasa ingin tahu, suka menirukan, egosentris, logika berfikir sederhana, perkembangan emosi yang pesat, daya ingat yang kuat, nalar yang pendek, aktif dan cepat bosan. Maka pemilihan metode dan peraga menjadi salah satu perencanaan yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran dan pendidikan iman bagi mereka. Metode influentif dalam pendidikan anak dalam Islam harus diprioritas digunakan, dimana metode ini lebih mengutamakan keteladanan dan perhatian, bukan tekanan dan hukuman. Bagi orang tua metode ini lebih mudah dilaksanakan, dengan terus bersabar dan bertawakal dalam prosesnya sepanjang kita masih diamanahi sebagai orangtua.
Keluarga harmonis sebagai rahasia membentuk anak soleh, pintar dan cinta Al-Quran
Kunci utama keberhasilan pendidikan anak kita adalah keharmonisan keluarga. Menurut Ki Hajar Dewantara keluarga adalah pusat pendidikan yang utama dan pertama bagi anak. Maka keluarga yang memenuhi seluruh fungsinya yang akan mampu mewujudkan cita-cita. Keluarga yang kokoh dimulai dari pembentukan individu yang berakhlak, dan dari keluarga-keluarga yang memenuhi fungsinya yang akan mengantarkan masyarakat dan umat ini menjadi lebih baik. Sehingga keluarga yang kokoh, harmonis, dan berilmu, diharapkan dapat mewujudkan generasi yang religius, kreatif, produktif, konstruktif, dan berbudaya. Ada delapan fungsi keluarga menurut BKKBN: fungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan pendidikan, reproduksi, ekonomi dan fungsi lingkungan. Atau 10 menurut rujukan Al-Quran dan Hadist: fungsi biologis, psikologis, pendidikan, sosialisasi, proteksi, perasaan, religius, ekonomis, rekreatif, dan sosial.
Mewujudkan anak soleh, pintar dan cinta Quran merupakan pekerjaan instan. Maka cita-cita ini harus diawali dengan ayah dan ibu bersepakat menentukan potret keluarga yang akan dibangunnya. Contoh konkrit telah diberikan Allah SWT melalui perjalanan kehidupan rasulullah dan sahabat membangun peradaban yang kokoh dimulai dari membangun keluarga yang kokoh. Sehingga arah tujuan dari keluarga dapat dikemudian ayah dan dikawal ibu dalam pelaksanaannya. Mendidik anak-anak kita memiliki jiwa cinta Allah, nabi dan islam, sederhana, pejuang, tangguh, gemar ilmu, cinta akhirat, jujur, suka menolong, perlu dimulai dengan berkomitmen membentuk keluarga yang SAMARA (sakinah-mawwadah-warahmah), dan menjalankannya sesuai fungsi dan dalam arahan nilai-nilai ilahiyah.
Dalam keluarga, setiap anggota memiliki peran. Ayah berperan sebagai pengarah yang menanamkan nilai lewat dialog, membimbing dan melibatkan seluruh anggota keluarga. Ibu mendampingi dan mengawal pelaksanaannya. Peran ayah dan ibu sangat berpengaruh dalam melahirkan generasi yang baik. Sebagaimana dicontohkan dalam Al-Quran yang sangat ekstrem, ada yang berkontribusi besar terhadap pembentukan generasi yang baik dan sebaliknya, seperti: Keluarga Nabi Ibrahim As dan Nabi Yaqub As, Yukabid ibu dari nabi Musa atau ibundanya Maryam, Hannaf binti Farquuz istri Imran bin Sahiim bin Amuur bin Misyaan. Dan sebalikna terkisahkan pula dalam Quran tentang anaknya nabi Nuh yang dididik seorang ibu yang tidak taat pada Allah dan suaminya.
Dengan mengoptimalkan semua peran, keluarga perlu memilih model keluarga dan dikomunikasikan dengan semua anggota keluarga. Sebagai contoh jika kita menginginkan keluarga kita sebagai Keluarga Quran, maka bagaimana isi dan misinya, apa tujuannya, apa targetnya bagi setiap anggota keluarga? semua perlu didefinisikan. Perlu dicatat dan berusaha direalisasikan. Begitu pula bila kita menginginkan menjadi keluarga yang ilmiah atau model yang lainnya, semua membutuhkan tahapan yang benar dan tepat.
Komitmen Orangtua kepada bakat dan minat positif anak.
Tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua yang handal. Maka belajar dari mereka yang berhasil dalam rumah tangga dan keluarganya adalah cara paling mudah yang bisa dilakukan. Mendampingi anak-anak tumbuh menjadi besar, juga bagian yang harus dilalui. Maka perlu adanya kegiatan dalam keluarga yang baik dan terjaga, seperti meluangkan waktu untuk “Acara Keluarga Ceria”, membiasakan “Rapat Keluarga”, menyediakan ruang/waktu “belajar”, keep on Contact – sms, telpon, bbm, surat...., majlis Ta’lim Keluarga & Kerabat/Arisan, brain storming....dsb. Kegiatan ini akan berdampak pada optimalisasi potensi anak-anak kita. Untuk dapat menyelami kemauan anak, orangtua perlu meningkatkan potensi anak-anak kita. Untuk dapat menyelami kemauan anak, orangtua perlu meningkatkan intensitasnya. Bila waktunya sempit, maka harus diusahakan meninkatkan kualitasnya.
Keteladanan, perhatian dan dukungan orangtua kepada anak dapat dilihat dari komitmennya dalam beberapa hal di bawah ini:
- Memilih calon ibu atau bapak anak-anak kita. Tahapan ini mulai dari memilih pasangan dan caranya. Mereka yang tidak berkomitmen dengan tahapan ini, hanya akan memberikan contoh yang tidak baik pada generasi kemudian. Dan membiasakan budaya bebas tak bertanggungjawab.
- Cara bergaul suami istri dalam rumah dan dalam merencanakan kelahiran anaknya. Ilmu pengetahuan teori dan praktiknya perlu didapatkan dengan baik danbenar, sehingga membekali kedua orangtua dan terencanakan dengan baik.
- Pergaulan keluarga di dalam rumah. Adab-adab dalam rumah tangga diterapkan dengan benar, sehingga saling asah, asih, dan asuh terjadi dalam keluarga.
- Membutakan arahan pendidikan anak, misal bila memilih pendidikan klasik hanya akan menghasilkan manusia fotocopy, pendidikan teknologis hanya akan menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan praktis saja, sedang pendidikan holistik membutuhkan spiritual manusianya (Sulistyo Susiawan, 2006). Warna ini akan menjadi tujuan pendidikan yang ditetapkan.
- Memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Saat mereka harus sekolah, apa yang diprioritaskan dipilih dari lembaga pendidikannya. Masih banayk para orangtua lebih memilih karena faktor sarana atau kepopuleran sebuah sekolah, dibanding dengan kualitas pendidikannya. Padahal yang terpenting adalah bagaimana orangtua mencari sekolah yang memiliki visi dan misi sesuai dengan potret keluarga yang akan dibentuk. Dan bagaimana lembaga memberi perhatian terhadappendidikan para pendidiknya. Ini sudah dicontohkan para salafus shaleh dalam mendidik anak-anaknya.
- Pendampingan tumbuh kembang anak-anaknya. Bersemangat, bertawakal dan bersabar dalam mendidik mereka. Apabila belum berhasil janganlah putus asa. Kita diberi akal mestinya berguna bagi solusi berbagai permasalahan. Keyakinan bahwa kita bisa membawa keluarga kita tetap bersama untuk menetap di taman surga perlu ditananmkan pada semua anggota keluarga.
- Keikhlasan dalam mendidik anak-anaknya. Faktor keridhoan orangtua terhadap pengakuan kelebihan dan sekaligus kekurangannya. Yang akan mampu memberi energi positif yang besar, untuk membentuk kepibadian dan masa depannya.
Komitmen ini merupakan bentuk tanggungjawab orangtua dihadapan Allah SWT. Sebagaimana Ibnu Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah mengatakan:
“Sebagian ulama mengatakan mengatakan bahwa Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban orangtua tentang anaknya pada hari kiamat sebelum anak sendiri meminta pertanggungjawaban orangtuanya. Sebagaimana seorang ayah mempunyai hak atas anaknya, maka anakpun mempunyai hak atas ayahnya”.
Maka berbagai upaya harus dilakukan orangtua untuk mengarahkan anak agar tetap lurus dalam keridhoan Allah. Memang setiap anak memiliki karakter, bakat dan minat yang berbeda-beda. Akan tetapi ada karakter penting yang harus ditransformasikan orangtua pada anak-anaknya yang menginginkan keridhoan Allah SWT. Karakter dasar itu minimal ada sepuluh yaitu: beraqidah lurus, beribadah dengan benar, memiliki akhlak islami, berjiwa kuat, mampu berusaha dan mandiri, gemar menuntut ilmu, dapat menata dirinya, dapat mengatur waktu, senantiasa bersemangat dan bermanfaat bagi orang lain. Karakter dasar ini dapat dibentuk hanya dengan keterpaduan antara IMTAQ dan IPTEK dan dukungan kuat orangtua dan pendidik. Keterpaduan mesti terlihat pada diri orangtua terlebih dahulu sebelum mengajarkannya kepada anak. Dan dukungan dapat berbentuk spiritual seperti: doa,motivasi, saran, nasehat, perhatan, dan material seperti: dana, fasilitas dan sebagaimana.
Penutup
Mempersiapkan anak kita untuk kebangkitan Islam harus dengan menanamkan pendidikan aqidah dan akhlak yang benar. Dan dimulai dari pendidikan dalam keluarga yang berkomitmen dengan arahan ilahiyah dalam membangun keluarga. Peradaban yang di cita-citakan hanya dapat diwujudkan oleh pilarnya yaitu individu yang matang, keluarga yang solid, umat yang sholeh dan negara yang bijak.
Referensi
AL-Quranul karim dan Hadist Nabi.
Geovani dkk, Paket Permainan Interaktif Alif, Bandung: Alif Foundation
Ibnu Abdul Hafidh suwaid, Muhammad, (2006) Cara nabi mendidik anak, Jakarta: Al-I’tishom
Ilyas, Yunahar, 2009 Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: LPPI UMY
Mansur (2005), Pendidikan anak usia dini dalam Islam , Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nashih Ulwan, Abdullah, (1990), Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, jilid 1, dan 2, Bandung : As-Syifa.
Nurhayati, Muzna, (2008), Pelaksanaan Pembelajaran Keimanan dan Ketaqwaan pada sentra bermain di TKIT Salman Al-Farisi 1 Yogyakarta, Laporan Penelitian. Yogyakarta : UNY
Suyanto, Slamet, (2005), Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia ini, Yogyakarta: Hikayat
* Pengurus Yayasan Salman Al Farisi Yogyakarta Bidang SDM
Disampaikan dalam Seminar Parenting Islami, RDK 1432 H
Ahad 21 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar